TRUST

“There is no-one left in the world,
That i can hold onto
There is no-one left at all
There is only you”

Setelah satu jam lamanya, Nira keluar dari ruangan sidang tugas akhirnya dengan wajah berseri-seri. “Aku lulus Ga, nilai A+” jeritnya seraya menghambur kepelukanku. “Selamat Ra..” ucapku seraya membalas pelukannya erat. Sesaat kemudian ia berpaling pada Banyu yang juga menungguinya. Banyu mendaratkan kecupan ringan ke kening gadis itu. Gadis itu balas memandang Banyu dengan tatapan penuh kasih sayang. Aku merasa kikuk, lalu berjalan menjauhi mereka. “Aga, tunggu.. Aku mau traktir krimsup kesukaanmu..” Nira berkata riang mendekap tugas akhirnya seraya menyusulku. “Berdua saja? Atau?” tanyaku sembari melirik Banyu di belakangku. “Tentu saja. Aku tak kan mengganggu hari kalian.” kata Banyu menjawab pertanyaanku. Nira menggenggam tanganku lalu berpaling kembali pada Banyu “See you later!” teriak Banyu, kulihat Nira mengangguk bahagia. Kehangatan menjalari tubuhku melalui genggaman tangan Nira. Sungguh,
hanya
Nira yang menjadi duniaku.
**

“And if you leave me now,
You leave all that we were undone
There is really no one left
,
You are the only one”

“Jadi kau akan meninggalkanku?” tanyaku tajam pada Nira. “Tentu tidak Ga..” jawab Nira lembut seraya membelai bahuku. “Aku kan hanya menikah.” sambungnya lagi. Duniaku terasa jungkir balik. Gadis yang kucintai, memutuskan untuk menikah dengan saudaraku sendiri.
Aku mematung, sepertinya aku benar-benar tak kan bisa meraih bidadari pujaanku. Nira memelukku sekilas. “Selamanya kau menjadi sahabatku Aga..” bisiknya.
**

“And still the hardest part for you,
To put your trust in me
I love you more than i can say
Why won’t you just believe?”

Aku menemani Nira sore itu untuk fitting baju pengantin di sebuah butik milik desainer terkenal. Hujan membasahi kaca etalase butik itu, meninggalkan butiran air sebening kristal. Aku termangu menatapi rintiknya. Aku merasa goyah, sadar sebentar lagi aku akan kehilangan. “Kau tampak begitu murung.” ujar Nira mengagetkanku. “Tidak Nira sayang. Aku baik-baik saja” elakku lalu berbalik menatap wajahnya. Mata cokelat Nira memantulkan bayangan cemas. “Kau tidak menyukai pernikahanku? Kulihat kau tidak seceria biasanya setelah aku memberitahu rencana pernikahanku.” desak Nira. Aku meremas bahunya lembut “Kau tahu, aku sayang padamu. Lebih dari apapun” Nira mengagguk bersungguh-sungguh. “Kau percaya padaku?” ucapku lagi. Nira menghambur kepelukanku “Tentu saja Aga, aku percaya padamu. Aku juga sayang padamu..” Aku membalas pelukannya. “Tidak sebesar kepercayaanmu pada Banyu” Batinku menggumam pilu.
**
Hari itu Nira tampak seperti bidadari yang anggun berbalut gaun sewarna gading. Banyu, disampingnya juga tampak serupa dewa. Mereka sangat serasi. Air mataku meleleh di kedua pipiku. Aku beringsut mendekati keduanya “Selamat Ra..” bisikku seraya menjabat tangan Nira. Dia langsung memelukku hangat. “Terimakasih Aga. Tanpa kamu, aku bukanlah apa-apa” bisiknya lirih di telingaku. Aku melepaskan pelukannya, seraya mendekati kakakku. “Jaga Nira baik-baik.” ujarku. Banyu juga memelukku erat. “Terimakasih Agatha, kau telah menjadi sahabat yang selalu menjaga bidadariku. Aku bangga menjadi kakakmu.” ucapnya. Aku tak bisa menahan diri untuk tidak menangis. Aku berbalik lalu berlari. Tak kuhiraukan make-up yang menempel di mukaku coreng-moreng karena airmata. Aku juga tak peduli saat gaunku koyak dan penuh lumpur karena aku berlari keluar menembus hujan.

Tinggalkan komentar